Kisah Kebudayaan Manusia

April, 6 2021

(Mengulas pementasan teater dari puisi “Menoreh Tubuh”)

Adinda Fitri Istiqfarani

18410066

KISAH KEBUDAYAAN MANUSIA

 Pementasan drama ini mengulas dari puisi sastrawan sekaligus disen Unuversitas PGRI Semarang, Setia Naka Adrian yang berjududl “Menoreh Tubuh”. Pentas tersebut adalah persembahan dari 2 teater yaitu Teater Atmosfer Kendal dan Teater Gema UPGRIS. Drama tersebut untuk memperingati Hari Teater dunia (HATEDU) Semarang dengan tema “Meruah Ruang Tenggelam” yang dilaksanakan pada tanggal 27 Maret 2021 yangbertepatan dengan Hari Teater Dunia. HATEDU dilaaksanakan di Tambak Rejo, Tanjung Mas, Semaraang Utaraa.

 Aku tidak tahu benar apa yang terjadi. Aku hanya menonton live streaming melalui youtube. Aku hanya duduk manis dengan menonton lewat laptop saaat ada penugasan untuk menyaksikan acara itu. Pementasan yang tertunda beberapa menit karena terjadi hujan di lokasi pementasan pada saat itu.

 Pada pembukaanya, pembacaaan puisi diputar memalui pembesar suara. Suara sang penyair yang terdengar jelas meskipun diterpa angin yang kencang. Suara sang penyair menandakan atas apa yang akan ditampilkan. Suara pembacaan puisi perlahan mulai pelan, dengan keluarnya pemain memasukki panggung smbari membawa properti. Bambu berbentuk kerucut sepertinya terbuat dari bambu dan orang-orangan dari plastik. Menarik dan menimbulkan pertanyaan perihal mengilustrasikan properti itu. Ada pemain yang berpakaian emas, mengepakkan gaunnya yang seakan dibuat untuk menggambarkan hingar bingarnya seorang manusia, mengayunkan tangannya ke kanan dan ke kiri seakan sedang menari. Ada seorang laki-laki berpakaian serba putih hingga rambutnya juga sepertinya ubanan. Masing-masing kerucut bambu yang aku deskripsikan tadi ada dua orang berpakaian serba hitam yang sepertinya sebagai masyarakat. Telanjang dada dan seperti tuyul, begitulah aku mendeskripsikan pemain itu. Jalan yang seakan menjadi anak-anak, bermuka putih dan bercelana putih. Semua itu hanya persepsiku saja, kebenarannya belum kuketahui.

 Berikut ini cerritaa yang saya pahami dari “Menoreh Tubuh” seorang laki-laki yang seperti narantor menerriakkan suara- suaara pesan yang erkandung dari puisi. Pada pembukaan pertama, pemain yang berpakaian serba putih, yang disebut Tetua. Menamakan patung pertama dengan nama Purba, patung kedua Leluhur, dan patung ketiga adalah Alien. Hal itu diikuti oleh pemain berbaju serba hitam yang menjaga kerucut bambu. Setelahnya, semua pemain meninggalkan panggung kecuali Tetua. Memperagakan adegan menembak, lalu datanglah sorotan beberapa lampu senter dan perempuan berbaju emas itu membawa api yang membara, menari-nari dan memberikan kepada Tetua. Ketika api masih membara, mereka seakan melakukan pelafalan janji. Perlahan api mulai mati, samar-samar aku dengar Tetua mengatakan untuk dilahirkan kembali pada raga yang baru tanpa mengetahui masa lalunya. Tiba-tiba terdengar suara teriakan. Sekarang, saya tau bambu kerucut itu adalah ilustrasi dari rumah. Mereka seperti dilahirkan kembali.

Ibu pimpinan memperkenalkan produsernya yang bernama Mas Sindhu. Mas Sindhu menjelaskan maksud dari setiap adegan yang telah ditampilkan para pemain dan properti yang digunakan.“Leluhur, Purba, Alien” dalam adegan ini pesan yang disampaikan adalah mengungkapkan bahwa sebagai manusia sering latah dalam mendeskripsikan sesuatu hal tanpa mau mengulasnya lebih dalam. Manusia dari sananya sudah diberikan ilmu pengetahuan sehingga dapat menyebutkan benda-benda tapi ketika diberikan pemahaman-pemahaman sering latah.

Matahari terbit dari timur. Tradisi dan adat dari ketimuran sudah banyak, namun seringkali lupa bahwa punya tradisi dari timur. Seringkali kita sebagai orang dengan tradisi timur menganggap tradisi dari barat lebih bagus, menarik. Sebagai manusia sekarang lebih sering mengikuti sesuatu hal yang sebenarnya hal itu juga tidak jelas. padahal dianggap sebagai hal yang bagus dan baik untuk diikuti. Kurang lebih satu minggu melakukan latihan, sayangnya banyak yang kebingungan atas apa yang disampaikan. Suara pementasan yang kadangkala terbawa angin kesana kemari. Klarifikasi dari sutradara tentu tidak semuanya benar, meskipun banyak yang kurang tepat.


Komentar